Minggu, 26 Oktober 2014

Do'a Tanpa Dalil yang Umum Digunakan (Do'a Berbuka Shaum, dan Do'a Untuk Kedua Orangtua)



          Bismillah, pada kesempatan kali ini saya akan menuliskan tentang dua do’a yang biasa atau umum digunakan. Namun sayangnya, saat ditela'ah lebih jauh, ternyata do’a tersebut tak memiliki dalil atau tanpa sumber. Biasa digunakan bukan berarti bisa menjadi jaminan keshahihannya. 
         Memang pada hakikatnya, do’a bisa dilakukan dalam berbagai bentuk (bahasa), tapi bila sudah ada patokan do’a yang dicontohkan, maka dilaranglah kita berdo’a menggunakan bentuk (bahasa) yang dikehendaki.

1.     Do'a Berbuka Shaum
Pada saat ramadhan, doa yang biasa kita dengar saat berbuka shaum, baik di hampir semua media elektronik maupun beberapa majelis adalah Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa 'ala rizq-ika aftarthu”, do’a tersebut memiliki arti  “Ya Allah, kepada-Mu aku shaum dan kepada-Mu aku berbuka.”
Do’a tersebut telah dinilai dhaif oleh al-Albani dalam kitab Shahih wa Dhaif Sunan Abu Daud. Dalam kitab tersebut Abu Daud berkata:

‘Musaddad telah menyampaikan kepada kami, Hasyim telah menyampaikan kepada kami dari Hushain, dari Mu’adz bin Zuhrah, bahwasanya dia menyampaikan, ‘Sesungguhnya jika Nabi Muhammad berbuka shaum, beliau mengucapkan, ‘Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu.’

          Sekilas, memang lengkap betul riwayat yang tertulis, sehingga mungkin sebagian media informasi di Indonesia sedikit tergesa-gesa dalam menyimpulkan derajat keshahihan hadits di atas. Untuk itu, mari kita perhatikan lagi nama-nama perawi yang disebutkan di atas. Tersebutlah nama Mua’dz, dan hampir semua ulama telah sepakat bahwa Mua’dz ini tidak dianggap sebagai perawi yang tsiqah (tsiqah secara bahasa adalah terpercaya), hanya Ibnu Hibban yang memasukkan nama Mua’dz sebagai perawi yang tsiqah.
         Sementara kita ketahui bahwasanya Ibnu Hiban terkenal di kalangan ulama sebagai orang yang matasahil (bermudah-mudahan dalam menentukan keshahihan hadits).
         Penguat dari keterangan tersebut adalah adanya pendapat yang menyebutkan bahwa Mu’adz adalah seorang tabi’in. Tentulah hadits ini mesti menjadi mursal (di atas tabi’in terputus). Perlu diketahui bahwa hadits mursal tergolong dha’if karena  sanad yang terputus. Dari uraian di atas, semoga jelaslah bahwa hadits tersebut diragukan derajat keshahihannya, ataupun tergolong hadits yang dha’if.


Do’a Berbuka Shaum Yang Benar



Terdapat sebuah hadits shahih tentang do'a berbuka shaum. Diriwayatkan langsung dari Nabi Muhammad, yaitu:

"Dzahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.” (HR. Abu Daud)
 
Artinya: Telah hilang rasa haus dahaga, dan urat-urat telah basah, dan pahala akan kita peroleh, jika Allah menghendaki.

           Periwayat hadits ini adalah Abdullah bin Umar. Secara lengkap, bahwa pada awal hadits ini terdapat kalimat pengantar redaksi "Abdullah bin Umar berkata: ‘Jika Rasulullah Muhammad berbuka shaum, beliau mengucapkan ….dst."
          Maksud dari kalimat telah hilanglah dahaga dan basahnya kerongkongan, tentu mengikuti makna dari kata ‘telah’, yaitu do’a ini dibaca setelah membatalkan shaum dengan makan atau minum pada saat (sudah) waktunya berbuka. Do’a ini tidak digunakan sebelum kita membatalkan shaum. Lantas sesaat sebelum kita berbuka, hendaklah hanya menyebut nama Allah Ta’ala (basmallah).

2.      Do’a Untuk Kedua Orangtua
Do’a untuk kedua orangtua ini, di kalangan masyarakat biasa menyebutkan dengan lafadz “Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kamaarabbayaani saghira." 

Artinya Ya (Allah) Rabbku, ampunilah dosaku dan dosa ayah serta ibuku, kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu aku masih kecil."
          
          Jujur saja, atas nama kekurangan ilmu, sejauh ini saya belum mendapatkan sumber (dalil) dari do’a tersebut. Dari sekian banyak tanya yang telah saya sampaikan, belum ada satu saja penjawab yang tahu sumber muasal do’a tersebut. Saya (kita) bisa menemukan do’a yang nyaris serupa pada surat al-Israa ayat ke 24, pada ayat tersebut terdapat kalimat:

 Rabbir hamhuma kama rabbayani shaghirra”

Artinya: Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.

         Tentu harus timbul sebuah pertanyaan baru: dimulai dari mana, oleh siapa dan sejak kapan ayat tersebut mendapat penambahan kalimat “Rabbighfirli waliwalidayya.” Telah terjadi sebuah penambahan perkara baru dalam do’a ini, telah nyata pula kejelasannya bahwa do’a dengan penambahan kalimat Rabbighfirli waliwalidayyasama sekali tidak ada dalil muasalnya.

Do’a Untuk Kedua Orangtua Yang Benar
          Seperti sudah dipaparkan di atas, penambahan kalimat “Rabbighfirli waliwalidayya”  tidaklah ada sumbernya, dan tentu tidak tepat jua penempatan penambahan kalimat pada ayat 24 surat al-Israa. Maka dari itu, ada beberapa do’a lain yang sering dipanjatkan untuk kedua orangtua, tentu berdasarkan pada ayat Al-Qur’an tanpa menambahan-nambahkan kalimat baru. Diantaranya: 

Surat Ibrahim ayat 40-41:

Robbij'alni muqimas-sholati wa min zurriyyati, robbna wataqobbal du'a. Robbanagfirli wa li walidayya wa lil mu'miniina yauma yaqumul hisab

Artinya: Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami berikanlah ampunan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).

Surat Al-Israa ayat 24:

Wakh fidh lahumaa janaahadz dzulli minar rahmati wa qur rabbir hamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa.

Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan kasih sayang, dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.

Surat Nuh ayat 28:

Rabbighfirlii waliwaalidayya waliman dakhala baytiya mu’minawwalilmu’miniina waalmu’minaati, walaa tazidi alzhzhaalimiina illaa tabaaran.

Artinya: Wahai Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.


Sekali lagi, pada dasarnya kita boleh berdo’a dengan bahasa yang kita fahami, akan tetapi jika telah ada do’a yang memiliki patokan (sudah dicontohkan), maka kita harus mengikuti patokan tersebut. Tak mungkin Allah memberikan dalil dan percontohan tanpa maksud, tentu saja Allah jauh lebih mengetahui yang terbaik untuk kita gunakan. Wallahu a'lam bish-shawab.

21 komentar:

  1. رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا وَاغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ »
    “Ya Tuhanku, ampunilah dosa saya dan kedua orang tua saya, rahmatilah mereka sebagaimana mereka mendidik saya waktu kecil. Berilah ampunan pula bagi orang-orang mukmin dan muslim, yang laki-laki atau wanita, yang masih hidup ataupun yang telah meninggal”. (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah, Al Iraqi menilainya sebagai hadis hasan)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Afwan, bisa diinfokan nomor haditsnya Imam Abu Daud?

      Hapus
  2. Terima kasih ... kedua bahasan tersebut sangat bermanfaat .. thnks

    BalasHapus
  3. Trim infonya....apkah doa untuk anak agar cerdas, alim yg ad dalilnya dan sunnah nabi

    BalasHapus
  4. Bagus ada haditsnya, kalo hanya dari pembahasan al quran tidak ditemukan kita cari haditsnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada akhi d alquran doa untuk diri sndori, orangtua, dan mukmin lainya

      Hapus
    2. Diniatkam dzikir atau permohonan dan bukan diniatkan tilawah al quran...

      Hapus
  5. bermanfaat seklai, insyaa Allah doa-doa kita yang pernah dipanjatkan diijabah oleh Allah SWT, Aamin..

    BalasHapus
  6. Apakah gak ada dalil gal boleh d pakai??

    BalasHapus
  7. Doa itu udh lama melekat dan sy pakai... Bahkan dengan bahasa indonesiapun kita bisa berdo'a. Apa dengan penambahan firli waliwalidayya doa itu tdk layak pakai?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berdoa utk kebaikan redaksinya bebas... Ga usah fanatik dalil

      Hapus
  8. Alhamdulillah, sangat bermanfaat.

    BalasHapus
  9. Tersebutlah nama Mua’dz, dan hampir semua ulama telah sepakat bahwa Mua’dz ini tidak dianggap sebagai perawi yang tsiqah (tsiqah secara bahasa adalah terpercaya), hanya Ibnu Hibban yang memasukkan nama Mua’dz sebagai perawi yang tsiqah.
    Sementara kita ketahui bahwasanya Ibnu Hiban terkenal di kalangan ulama sebagai orang yang matasahil (bermudah-mudahan dalam menentukan keshahihan hadits).
    Lalu kedudukan anda dibandingkan dengan Mua'dz dan Ibnu Hiban seperti apa? Anda lebih alim dari mereka berdua atau bagaimana?

    BalasHapus
  10. Doa bersumber dari QS. Nuh 28 dan QS. Al Isra' 24.
    Wallahu a'lam bisshawab.
    Jazakallahu khairan katsiran ��

    BalasHapus
  11. Allah maha mengetahui, dengan do'a apapun dan bahasa apapun,
    Semua amalan yg ada di bumi ini dan sampai kepada kita semua pasti ada riwayat dannperiwayatan baik dr Qur'an, hadist, Sunnah sahabat atau iamam dan oara alim.
    Janganlah merubah rubah kebaikan yg sdh Masyur kemudian dengan dalih harus ada dalil, apakah kebenaran membutuhkan dalil....???
    Kebenaran akan diamini oleh siapapun bahkan oleh penentangnya sekalipun.
    1 + 1 = 2 tanpa dalil apapun kebenaran akan dianggap kebenaran,apakah dengan tanpa adanya dalil 1+1 kmudian dianggap sama dengan 5....?????

    BalasHapus
  12. Barakallooh...
    Semangat Dakwah.. tunjukan kebenaran .
    Lebih baik kita menjalankan yg ada dalam Al Qur'an.. walaupun semua yg tidak ada dalam Al Qur'an In Syaa Allooh juga di Terima.
    Namun jika kita sudah tau dan faham ada dalil nya.. sebaik nya ikuti yg ber Dalil.

    Kebenaran Hanya Milik Allooh.

    BalasHapus
  13. Barakaah Terimakasih ilmunya

    BalasHapus
  14. Saya bukan ustad..Tapi akal ini harus berfungsi. Apakah bacaan doa harus dibatasi? Namanya juga doa, Anda bisa minta apa saja kepada Tuhan, hal2 yang baik untuk diri anda, keluarga anda dan orang yg andq cintai..

    BalasHapus
  15. kalian yg pada coment ngapain pakai dalil. kalau di alquran sudah jelas. surat ibrahim, surat nuh dan al isra... kalau di sumbernya udah jelas gak usah di tambah tambahin

    BalasHapus
  16. Diniatkan dzikir atau permohonan secars umum dan bukan tilawah al quran..

    BalasHapus