Bismillah.
Alhamdulillah, akhirnya diberi waktu olehNya untuk menulis lagi. Jujur saja, hal pertama yang terlintas untuk dituliskan adalah pandangan islam mengenai perayaan dan ucapan selamat ulang tahun atau selamat milad, apapun itu bentuk ucapannya (termasuk do’a) saya kategorikan sebagai salah satu bentuk peringatan. InsyaAllah saya mulai dengan penjelasan singkat maksud awal perayaan ulang tahun. Bismillah.
Alhamdulillah, akhirnya diberi waktu olehNya untuk menulis lagi. Jujur saja, hal pertama yang terlintas untuk dituliskan adalah pandangan islam mengenai perayaan dan ucapan selamat ulang tahun atau selamat milad, apapun itu bentuk ucapannya (termasuk do’a) saya kategorikan sebagai salah satu bentuk peringatan. InsyaAllah saya mulai dengan penjelasan singkat maksud awal perayaan ulang tahun. Bismillah.
Maksud
Awal Perayaan Ulang Tahun.
Awalnya, perayaan ulang tahun ini dimulai
dari bangsa Yunani kuno (sampai sejauh ini, saya belum menemukan literatur
definisi dari kuno yang dimaksud), mereka membuat kue dan juga (dalam kesempatan lain)
berupa roti madu bundar, bentuknya menyerupai bulan. Pengaitan bundar dimaksudkan menyerupai bulan, kemudian kue itu dipersembahkan untuk Artemis.
Menurut kepercayaan mereka, Artemis adalah ‘dewi bulan.’
Tidak
sebatas sampai situ, mereka meletakkan lilin-lilin kecil di atas kue, hal ini
mempertegas maksud pembuatan kue tersebut menyerupai bulan. Kemudian, kue
berlilin tersebut dibawa menuju kuil Artemis, di sana mereka berdo’a (silent
wish) di hadapan kue. Konyol. Mereka meyakini keinginan dan harapan akan terbawa ke tempat
‘para dewa’ dan terkabul lewat media asap lilin.
Setelah selesai berdo’a, fulan pemilik hajat harus meniup lilin. Konon jika berhasil mematikan api dalam satu nafas berarti sebuah pertanda do'a akan terkabul dalam waktu dekat. Dan pada perkembangannya, orang-orang mulai menuliskan nama pada kue ulang tahun dengan keyakinan akan membawa keberuntungan bagi fulan pemilik nama, agar rezekinya tidak tertukar dengan orang lain. Menggelikan.
Setelah itu, kue dipotong dan dibagi-bagikan dengan asosiasi do’a akan terkabul, maksudnya dengan para tamu yang memakan kue tersebut disinonimkan sebagai pengaminan do'a. Sehabis kue disantap, mereka berpesta pora dengan kesesatan fikiran roh jahat (setan) akan pergi terusir oleh kebisingan. Secara keseluruhan, tradisi paganisme tersebut masih bisa kita saksikan di zaman sekarang dengan dalih syukuran.
Setelah selesai berdo’a, fulan pemilik hajat harus meniup lilin. Konon jika berhasil mematikan api dalam satu nafas berarti sebuah pertanda do'a akan terkabul dalam waktu dekat. Dan pada perkembangannya, orang-orang mulai menuliskan nama pada kue ulang tahun dengan keyakinan akan membawa keberuntungan bagi fulan pemilik nama, agar rezekinya tidak tertukar dengan orang lain. Menggelikan.
Setelah itu, kue dipotong dan dibagi-bagikan dengan asosiasi do’a akan terkabul, maksudnya dengan para tamu yang memakan kue tersebut disinonimkan sebagai pengaminan do'a. Sehabis kue disantap, mereka berpesta pora dengan kesesatan fikiran roh jahat (setan) akan pergi terusir oleh kebisingan. Secara keseluruhan, tradisi paganisme tersebut masih bisa kita saksikan di zaman sekarang dengan dalih syukuran.
Jujur
saja, ada kegelian pada bentuk perayaan ulang tahun di zaman sekarang. Dengan
mendomestikasi kue bundar menjadi tumpeng, nasi bungkus dan lain sebagainya.
Masalahnya tidak sesederhana itu. Secara hukum asal barang, tumpeng dan nasi bungkus
adalah halal karena asal-usul bahan makanan tersebut jelas. Namun
diperlukan perluasan makna, dalam rangka apa makanan tersebut dibuat, hal ini
yang sering luput diperhatikan.
Pandangan
Islam Tentang Perayaan Ulang Tahun.
Sampai
sini, semoga jelaslah pandangan kita terhadap perayaan ulang tahun ini. Peringatan tersebut sama sekali tak ada akar keterkaitan dengan sumber
ajaran islam. Tidak ada pula satu saja ayat dalam Al- Qur’an yang menceritakan tradisi
ini berasal dari islam.
Malah kita akan mendapati cerita tentang perayaan ulang tahun pada Injil. Meskipun pada masa awal Nasrani (generasi) Pertama (Kaum Khawariyyun) mereka tidak merayakan, bahkan menolak. Mentah-mentah.Kaum Khawariyyun memiliki dalih peringatan itu masuk dalam kebiasaan kafir paganisme. Akan tetapi, pada masa Herodes dimulailah peringatan ulang tahun dengan pesta yang meriah.
Malah kita akan mendapati cerita tentang perayaan ulang tahun pada Injil. Meskipun pada masa awal Nasrani (generasi) Pertama (Kaum Khawariyyun) mereka tidak merayakan, bahkan menolak. Mentah-mentah.Kaum Khawariyyun memiliki dalih peringatan itu masuk dalam kebiasaan kafir paganisme. Akan tetapi, pada masa Herodes dimulailah peringatan ulang tahun dengan pesta yang meriah.
“Tetapi
pada hari ulang tahun Herodes, menarilah anak Herodes yang perempuan (Herodiaz)
ditengah-tengah mereka dengan tujuan menyenangkan hati Herodes.” (Matius
14:6)
Kemudian
tradisi ini tertuang kembali pada Injil markus.
“Akhirnya,
tibalah juga kesempatan baik bagi Herodias, ketika ia berulang tahun dan
mengadakan perjamuan untuk pembesar-besarnya, perwira-perwiranya dan
orang-orang terkemuka di Galilea.” (Markus 6:21)
Kembali
pada pembahasan. Sekali lagi, perayaan ini bukanlah bersumber dari Islam.
Pada satu kesempatan Nabi Muhammad bersabda:
“Kamu
telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal,
sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak, kamu
tetap mengikuti mereka.” Kemudian kami bertanya:” Wahai Rasul apaka yang engkau
maksudkan itu adalah orang-orang yahudi dan nasrani?” Kemudian Rasul
menjawab: ”Kalau bukan mereka siapa lagi?” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Barangsiapa
menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Ahmad
dan Abu Daud)
Rasanya,
sejauh ini sudahlah cukup jelas hukum merayakan ulang tahun (dalam berbagai
bentuk) adalah haram karena mengikuti tradisi ataupun golongan lain,
pluralisme, dan tentu saja merupakan salah satu bentuk parasit aqidah.
Bagaimana
Dengan Maulid Nabi?
Kemudian
akan timbul pertanyaan pada sebagian orang, bagaimana dengan peringatan
maulid Nabi Muhammad? Jawabannya adalah sama saja. Tak ada beda. Sehebat apapun
pembenaran terhadap acara Maulid Nabi Muhammad, tetap saja masuk dalam hukum
mengikuti tradisi suatu kaum. Apakah Nabi Muhammad pernah mengajarkan dan
menganjurkan untuk merayakan maulid Nabi? Tidak pernah. Sama sekali tak pernah.
Bila
kita baca buku Tarikh Islam, terdapat sebuah catatan tentang Sultan Shalahuddin
al-Ayubi yang sangat prihatin dengan kondisi umat pada saat itu. Saat itu, Bumi
Palestine dirampas oleh Pasukan Salib Eropa. Shalahuddin tersadar bahwa
umat muslim saat itu tengah dalam kondisi sangat lemah. Tidak berani melawan
kekuatan Pasukan Salib Eropa. Virus wahn (cinta dunia dan takut mati).
Penyelidikan dilakukan. Ternyata umat muslim saat itu mengabaikan salah satu ajaran islam, Jihad. Tak sedikit dari mereka yang buta dengan perjuangan Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Singkatnya, Shalahuddin menyiasati itu dengan mengenalkan kembali perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Ide yang terbalut atas nama tadzkirah, dan kemudian entah siapa yang memulainya dengan penyebutan maulid Nabi Muhammad. Perlu dicatat dan ditegaskan kembali, tujuan murni dari ide Shalahuddin adalah memperkenalkan perjuangan Nabi Muhammad, bukan untuk memperingati (sampai) hari kelahiran Nabi Muhammad.
Penyelidikan dilakukan. Ternyata umat muslim saat itu mengabaikan salah satu ajaran islam, Jihad. Tak sedikit dari mereka yang buta dengan perjuangan Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Singkatnya, Shalahuddin menyiasati itu dengan mengenalkan kembali perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Ide yang terbalut atas nama tadzkirah, dan kemudian entah siapa yang memulainya dengan penyebutan maulid Nabi Muhammad. Perlu dicatat dan ditegaskan kembali, tujuan murni dari ide Shalahuddin adalah memperkenalkan perjuangan Nabi Muhammad, bukan untuk memperingati (sampai) hari kelahiran Nabi Muhammad.
Argumen
Pembelaan Terhadap Perayaan Ulang Tahun.
Jika
mengikuti alur tulisan ini, sebenarnya sudah tak lagi ada pembenaran terhadap
perayaan ulang tahun. Namun kenyataannya, dari beberapa pengalaman sudah terlewat banyak pertanyaan yang di dalamnya mengandung argumentasi pembelaan. Misalnya saja, “Apa
boleh merayakan ulang tahun dalam arti berdo’a dan makan-makan tanpa ada
tradisi tiup lilin?”
Seperti sudah terjabarkan di atas, berdo'a dan makan-makan adalah berhukum halal karena kejelasan tujuan dan asal-usul bahan makanan tersebut. Sekali lagi, perlulah
lagi diluaskan makna dari do’a dan jamuan itu dalam rangka apa. Selain itu,
kita dapat menemukan tulisan Idza ijtama’a al halaalu wal haraamu ghalaba al
haramu al halaala pada kita as Sulam, Abdul Hamid Hakim. Arti dari kalimat
tersebut adalah: jika bertemu halal dan haram (pada satu keadaan), maka yang
haram mengalahkan yang halal. Sehingga dapat diartikan berdo’a dan jamuan halal
hukumnya jika tidak dalam rangka merayakan ulang tahun. Berbeda saat bertemu
dengan dalam rangka peringatan ulang tahun, maka kehalalannya kalah oleh
keharaman. Tentulah sudah jelas kesamaan hukumnya jika dalihnya dalam bentuk
bersyukur.
Lalu,
ada lagi yang berargumen dalam tanya, “bukankah Nabi Muhammad lahir di hari
senin dan beliau memperingatinya dengan berpuasa sunah (senin-kamis)?”
Sangat sederhana, dan kadang dirasa memang perlu menjawab tanya dengan pertanyaan lagi, “Bisa membedakan satuan hari dengan tahun?” Nabi Muhammad mengingatnya
bukan dalam bilangan setahun sekali, melainkan dalam bilangan seminggu sekali, Nabi Muhammad mengingat hari bukan tanggalnya.
Tentu hal tersebut dirasa sangat jelas bahwa nabi sendiri hanya mengingat hari kelahirannya,
tidak jauh sampai memperingati dengan berpesta atau dalih (zaman sekarang)
syukuran. Perlu ditegaskan kembali, bahwa peringatan maulid Nabi pun dimulai
sejak Zaman Shalahuddin.
Catatan tambahan:
"Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka." (QS. Al Baqarah : 120)
"Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan, dan hati, semuannya itu akan diminta
pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra’:36)
“… dan
kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun juga, dan
kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah
besar.” (QS. an-Nuur: 15)
Hukum
Mengucapkan Selamat Ulang Tahun, Met Milad, dan Do’a.
Bagaimana jika kita mengucapkan selamat atas tradisi paganisme ini? Apapun bentuknya, (selamat ulang tahun, met milad, do’a atau
bentuk lainnya) dalam rangka peringatan/ perayaan ulang tahun, keharaman akan mengalahkan kehalalan. Dan pengucapan selamat sama saja dengan menunjukkan keridhaan kita terhadap
peringatan ini, tentu bertentangan dengan prinsip amar ma'ruf nahi munkar
yang mewajibkan membenci setiap kebathilan. Wallahu a'lam bish-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar