Minggu, 12 Oktober 2014

Pandangan Islam Terkait Perayaan dan Pengucapan Selamat Ulang Tahun (Selamat Ulang Tahun, Selamat Milad, Do'a dan lain sebagainya).


Bismillah.
          Alhamdulillah, akhirnya diberi waktu olehNya untuk menulis lagi. Jujur saja, hal pertama yang terlintas untuk dituliskan adalah pandangan islam mengenai perayaan dan ucapan selamat ulang tahun atau selamat milad, apapun itu bentuk ucapannya (termasuk do’a) saya kategorikan sebagai salah satu bentuk peringatan. InsyaAllah saya mulai dengan penjelasan singkat maksud awal perayaan ulang tahun. Bismillah.

Maksud Awal Perayaan Ulang Tahun.
 
Awalnya, perayaan ulang tahun ini dimulai dari bangsa Yunani kuno (sampai sejauh ini, saya belum menemukan literatur definisi dari kuno yang dimaksud), mereka membuat kue dan juga (dalam kesempatan lain) berupa roti madu bundar, bentuknya menyerupai bulan. Pengaitan bundar dimaksudkan menyerupai bulan, kemudian kue itu dipersembahkan untuk Artemis. Menurut kepercayaan mereka, Artemis adalah ‘dewi bulan.’
Tidak sebatas sampai situ, mereka meletakkan lilin-lilin kecil di atas kue, hal ini mempertegas maksud pembuatan kue tersebut menyerupai bulan. Kemudian, kue berlilin tersebut dibawa menuju kuil Artemis, di sana mereka berdo’a (silent wish) di hadapan kue. Konyol. Mereka meyakini keinginan dan harapan akan terbawa ke tempat ‘para dewa’ dan  terkabul lewat media asap lilin.
Setelah selesai berdo’a, fulan pemilik hajat harus meniup lilin. Konon jika berhasil mematikan api dalam satu nafas berarti sebuah pertanda do'a akan terkabul dalam waktu dekat. Dan pada perkembangannya, orang-orang mulai menuliskan nama pada kue ulang tahun dengan keyakinan akan membawa keberuntungan bagi fulan pemilik nama, agar rezekinya tidak tertukar dengan orang lain. Menggelikan.
Setelah itu, kue dipotong dan dibagi-bagikan dengan asosiasi do’a akan terkabul, maksudnya dengan para tamu yang memakan kue tersebut disinonimkan sebagai pengaminan do'a. Sehabis kue disantap, mereka berpesta pora dengan kesesatan fikiran roh jahat (setan) akan pergi terusir oleh kebisingan. Secara keseluruhan, tradisi paganisme tersebut masih bisa kita saksikan di zaman sekarang dengan dalih syukuran.
Jujur saja, ada kegelian pada bentuk perayaan ulang tahun di zaman sekarang. Dengan mendomestikasi kue bundar menjadi tumpeng, nasi bungkus dan lain sebagainya. Masalahnya tidak sesederhana itu. Secara hukum asal barang, tumpeng dan nasi bungkus adalah halal karena asal-usul bahan makanan tersebut jelas. Namun diperlukan perluasan makna, dalam rangka apa makanan tersebut dibuat, hal ini yang sering luput diperhatikan.

Pandangan Islam Tentang Perayaan Ulang Tahun.
Sampai sini, semoga jelaslah pandangan kita terhadap perayaan ulang tahun ini. Peringatan tersebut sama sekali tak ada akar keterkaitan dengan sumber ajaran islam. Tidak ada pula satu saja ayat dalam Al- Qur’an yang menceritakan tradisi ini berasal dari islam. 
Malah kita akan mendapati cerita tentang perayaan ulang tahun pada Injil. Meskipun pada masa awal Nasrani (generasi) Pertama (Kaum Khawariyyun) mereka tidak merayakan, bahkan menolak. Mentah-mentah.Kaum Khawariyyun memiliki dalih peringatan itu masuk dalam kebiasaan kafir paganisme. Akan tetapi, pada masa Herodes dimulailah peringatan ulang tahun dengan pesta yang meriah.
Tetapi pada hari ulang tahun Herodes, menarilah anak Herodes yang perempuan (Herodiaz) ditengah-tengah mereka dengan tujuan menyenangkan hati Herodes.(Matius 14:6)
Kemudian tradisi ini tertuang kembali pada Injil markus.
Akhirnya, tibalah juga kesempatan baik bagi Herodias, ketika ia berulang tahun dan mengadakan perjamuan untuk pembesar-besarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea.(Markus 6:21)
Kembali pada pembahasan. Sekali lagi, perayaan ini bukanlah bersumber dari Islam. Pada satu kesempatan Nabi Muhammad bersabda:
Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak, kamu tetap mengikuti mereka.” Kemudian kami bertanya:” Wahai Rasul apaka yang engkau maksudkan itu adalah orang-orang yahudi dan nasrani?” Kemudian Rasul menjawab: ”Kalau bukan mereka siapa lagi?(HR. Bukhari dan Muslim)
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Rasanya, sejauh ini sudahlah cukup jelas hukum merayakan ulang tahun (dalam berbagai bentuk) adalah haram karena mengikuti tradisi ataupun golongan lain, pluralisme, dan tentu saja merupakan salah satu bentuk parasit aqidah.
Bagaimana Dengan Maulid Nabi?
Kemudian akan timbul pertanyaan pada sebagian orang, bagaimana dengan peringatan maulid Nabi Muhammad? Jawabannya adalah sama saja. Tak ada beda. Sehebat apapun pembenaran terhadap acara Maulid Nabi Muhammad, tetap saja masuk dalam hukum mengikuti tradisi suatu kaum. Apakah Nabi Muhammad pernah mengajarkan dan menganjurkan untuk merayakan maulid Nabi? Tidak pernah. Sama sekali tak pernah.
Bila kita baca buku Tarikh Islam, terdapat sebuah catatan tentang Sultan Shalahuddin al-Ayubi yang sangat prihatin dengan kondisi umat pada saat itu. Saat itu, Bumi Palestine dirampas oleh Pasukan Salib Eropa. Shalahuddin tersadar bahwa umat muslim saat itu tengah dalam kondisi sangat lemah. Tidak berani melawan kekuatan Pasukan Salib Eropa. Virus wahn (cinta dunia dan takut mati).
Penyelidikan dilakukan. Ternyata umat muslim saat itu mengabaikan salah satu ajaran islam, Jihad. Tak sedikit dari mereka yang buta dengan perjuangan Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Singkatnya, Shalahuddin menyiasati itu dengan mengenalkan kembali perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Ide yang terbalut atas nama tadzkirah, dan kemudian entah siapa yang memulainya dengan penyebutan maulid Nabi Muhammad. Perlu dicatat dan ditegaskan kembali, tujuan murni dari ide Shalahuddin adalah memperkenalkan perjuangan Nabi Muhammad, bukan untuk memperingati (sampai) hari kelahiran Nabi Muhammad.

Argumen Pembelaan Terhadap Perayaan Ulang Tahun.
Jika mengikuti alur tulisan ini, sebenarnya sudah tak lagi ada pembenaran terhadap perayaan ulang tahun. Namun kenyataannya, dari beberapa pengalaman sudah terlewat banyak pertanyaan yang di dalamnya mengandung argumentasi pembelaan. Misalnya saja, “Apa boleh merayakan ulang tahun dalam arti berdo’a dan makan-makan tanpa ada tradisi tiup lilin?”
Seperti sudah terjabarkan di atas, berdo'a dan makan-makan adalah berhukum halal karena kejelasan tujuan dan asal-usul bahan makanan tersebut. Sekali lagi, perlulah lagi diluaskan makna dari do’a dan jamuan itu dalam rangka apa. Selain itu, kita dapat menemukan tulisan Idza ijtama’a al halaalu wal haraamu ghalaba al haramu al halaala pada kita as Sulam, Abdul Hamid Hakim. Arti dari kalimat tersebut adalah: jika bertemu halal dan haram (pada satu keadaan), maka yang haram mengalahkan yang halal. Sehingga dapat diartikan berdo’a dan jamuan halal hukumnya jika tidak dalam rangka merayakan ulang tahun. Berbeda saat bertemu dengan dalam rangka peringatan ulang tahun, maka kehalalannya kalah oleh keharaman. Tentulah sudah jelas kesamaan hukumnya jika dalihnya dalam bentuk bersyukur.
Lalu, ada lagi yang berargumen dalam tanya, “bukankah Nabi Muhammad lahir di hari senin dan beliau memperingatinya dengan berpuasa sunah (senin-kamis)?”
Sangat sederhana, dan kadang dirasa memang perlu menjawab tanya dengan pertanyaan lagi, “Bisa membedakan satuan hari dengan tahun?” Nabi Muhammad mengingatnya bukan dalam bilangan setahun sekali, melainkan dalam bilangan seminggu sekali, Nabi Muhammad mengingat hari bukan tanggalnya. Tentu hal tersebut dirasa sangat jelas bahwa nabi sendiri hanya mengingat hari kelahirannya, tidak jauh sampai memperingati dengan berpesta atau dalih (zaman sekarang) syukuran. Perlu ditegaskan kembali, bahwa peringatan maulid Nabi pun dimulai sejak Zaman Shalahuddin.
Catatan tambahan:
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS. Al Baqarah : 120)
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan, dan hati, semuannya itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra’:36)
… dan kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (QS. an-Nuur: 15)

Hukum Mengucapkan Selamat Ulang Tahun, Met Milad, dan Do’a.
Bagaimana jika kita mengucapkan selamat atas tradisi paganisme ini? Apapun bentuknya, (selamat ulang tahun, met milad, do’a atau bentuk lainnya) dalam rangka peringatan/ perayaan ulang tahun, keharaman akan mengalahkan kehalalan. Dan pengucapan selamat sama saja dengan menunjukkan keridhaan kita terhadap peringatan ini, tentu bertentangan dengan prinsip amar ma'ruf nahi munkar yang mewajibkan membenci setiap kebathilan. Wallahu a'lam bish-shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar